Merdeka Sejak Dini: Ketika Belajar Kembali Membumi

“Pendidikan terbaik adalah yang membebaskan, mengakar, dan menumbuhkan.” — Marvio B. Pantas.

The Narator

Narator.co – Memulai Kurikulum Merdeka di ujung utara nusantara Indonesia pada pertengahan tahun 2023, SMPN Satu Atap (SATAP) Bira—sebuah sekolah di daerah terpencil di Kepulauan Sangihe—mengambil langkah besar: menerapkan Kurikulum Merdeka.

Kurikulum ini memberi ruang bagi siswa untuk belajar lebih bebas, yang lebih relevan dengan kehidupan, dan lebih dekat dengan nilai-nilai lokal.

Saya terlibat dalam perjalanan ini, dimulai bersama 14 siswa kelas 7, angkatan pertama yang ikut serta dalam program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Tema awal yang kami angkat adalah “Keanekaragaman Hayati Hutan Lindung Sahendaruman,” sebuah tema yang tak hanya membuka wawasan, tapi juga menghidupkan kesadaran.

Dari Hutan ke Halaman Sekolah: Permakultur sebagai Media Belajar

Salah satu kegiatan dalam project ini adalah pembuatan demplot permakultur di halaman sekolah.

Para siswa tidak hanya belajar tentang tanah dan tumbuhan — mereka menanam sendiri, menyiram, mengamati, dan merawat.

kurikulum merdeka dan permakultur
Dua siswa SMPN SATAP Bira tampak bahagia menunjukkan tanaman yang mereka tanam di pot semai. Di belakang keduanya adalah tempat penyemaian benih (Foto: Marvio B. Pantas)

Mereka menyentuh tanah, mencium aroma daun basah, dan merasakan langsung bagaimana alam mengajar dengan caranya sendiri.

Yang menarik, permakultur bukan hal asing bagi masyarakat Sangihe. Sebelum pupuk sintesis masuk pada awal 1980-an, inilah cara bertani yang diwariskan oleh leluhur kami: bercocok tanam secara alami, berkelanjutan, dan penuh rasa hormat terhadap alam.

permakultur
permakultur kurikulum merdeka
Penulis (Marvio), siswa dan guru sedang menanam tanaman di Demplot Permakultur SMPN Satu Atap (SATAP) Bira (Foto: Marvio Pantas).

Kembali ke Akar, Melangkah ke Depan

Melalui kegiatan ini, kami tidak hanya mengajarkan teknik bertani.

Kami sedang mengajak siswa untuk kembali mengenali identitas mereka, mengenal kearifan lokal yang perlahan memudar, dan merasakan kebanggaan atas budaya yang selama ini tersembunyi di balik modernisasi.

Kurikulum Merdeka memberi kami ruang untuk belajar dari dalam, bukan dari luar semata.

Dan dalam setiap langkah kecil, kami melihat bagaimana anak-anak mulai tumbuh: bukan hanya secara akademik, tapi juga secara karakter dan kesadaran.

Dimulai dari Saya, dari Rumah, dari Sekarang

Bagi saya pribadi, permakultur dimulai bukan dari sekolah, tapi dari rumah. Saya dan keluarga mulai kembali menerapkan prinsip-prinsip bertani alami di halaman sendiri.

Karena saya percaya: perubahan tak harus menunggu besar. Ia bisa dimulai dari hal-hal kecil. Dan dari situlah semuanya bermula.

Mari bersama menciptakan ruang belajar yang merdeka, membumi, dan menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah lama kita miliki.

Penulis: Marvio B. Pantas

Bagikan

Artikel
Terkait