Penulis: Ariton Bawataa
“Demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Kutipan inilah yang sering muncul di kepala saya ketika bicara soal demokrasi.
Maklum, semasa kuliah dulu saya aktif ikut kegiatan-kegiatan mahasiswa, terutama dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), organisasi intra kampus di Fakultas Ilmu Sosial (sekarang Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum/FISH) Universitas Negeri Manado (UNIMA), seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta Komisi pemilihan Raya Mahasiwa (KPRM).
Di organisasi ini saya digembleng untuk belajar soal pemilihan, kepemimpinan, dan bagaimana menyuarakan aspirasi lewat proses yang adil dan konstitusional.
Dari rapat-rapat yang berlarut sampai debat sengit tentang statuta organisasi mahasiswa, saya mulai paham bahwa demokrasi itu bukan sekadar nyoblos, tapi soal menjaga prosesnya tetap jujur dan adil.
Pada Pemilu 2024, saya mengemban amanah sebagai Panwascam (Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan), tepatnya di Kecamatan Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud.
Kali ini bukan di ruang-ruang kampus, tapi langsung di lapangan, di salah satu kecamatan paling ujung di wilayah perbatasan Indonesia–Filipina. Mungkin, banyak teman-teman aktivis yang langsung ‘tembak’ kerja-kerja politik dan demokrasi ke pos-pos yang krusial dan tinggi.
Tapi saya ingin mulai dari bawah, dengan niat membangun Talaud. Saya mendengar senior-senior saya, kalau ingin ‘memparipurnakan diri’, mulailah dari tanggung jawab yang terkecil.
Pengalaman sebagai Panwascam pada Pilkada Talaud 2024
Saya dipercaya mengemban tugas sebagai Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) di wilayah Kecamatan Melonguane dalam pelaksanaan Pilkada Talaud 2024.
Bersama dua komisioner lainnya, kami bertanggung jawab mengawasi jalannya seluruh tahapan pemilihan, termasuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu di 3 kelurahan dan 10 desa yang ada di kecamatan ini.
Secara khusus, saya menangani divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S). Tugas ini tentu tidak mudah, apalagi Melonguane merupakan ibu kota kabupaten yang memiliki dinamika politik cukup tinggi dan masyarakat yang sangat kritis terhadap setiap ketimpangan dalam proses pemilu.
Meskipun memiliki pengalaman dalam organisasi, tapi memang bagi saya bekerja menjadi pengawas pemilu yang baru adalah hal yang baru, terutama ini adalah ‘acara akbar’ masyarakat.
Yah, mungkin concern saya adalah nge-blank saat ditanya pemilih atau menjawab spontan tanpa dasar. Tekanan yang mungkin dirasakan adalah harus melakukan tugas dengan sebaik mungkin.
Tantangan ini barangkali dialami oleh banyak teman-teman di wilayah-wilayah lainnya, yang baru pertama kali terlibat dan bertugas dalam Pemilu.
Tapi dari pengalaman saya, yang paling utama adalah menguasai setiap prosedur dan regulasi terkait dan menjelaskan secara sederhana, dengan komunikasi yang dapat dipahami masyarakat.

Selain itu, saya dan teman-teman komisioner dibantu oleh Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (PKD) dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS), yang menjadi bagian penting dalam memastikan pengawasan berjalan optimal.
Kekompakan dan kerja kolegial antar Panwascam juga menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan tugas ini. Selain itu, dari pengalaman saya, koordinasi dan meminta arahan dari komisioner Bawaslu Kabupaten Talaud sangat penting agar setiap langkah kami tetap sesuai dengan pedoman dan prinsip-prinsip pengawasan pemilu yang profesional dan berintegritas.
Komitmen Menjaga Jalannya Demokrasi
Bagi saya, pengalaman menjadi Panwascam bukan sekadar tugas, tetapi sebagai pengabdian pada roses yang menjamin bahwa siapa pun yang terpilih, terpilih secara sah. Bahwa suara warga, yang tinggal jauh dari ibu kota, punya nilai yang sama dengan suara di daerah lain.
Pemilu tidak hanya sekadar nyoblos, tetapi merupakan proses panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak—penyelenggara, pengawas, peserta, dan tentu saja rakyat sebagai pemilik suara. Di ujung negeri sekalipun, komitmen ini harus tetap ‘menyala.’
Khususnya, bagi anak-anak muda sebagai penerus bangsa, yang berperan penting untuk menjadi penggerak dalam menjaga demokrasi sesuai amanat Undang-Undang.
Saya percaya, menjaga demokrasi bukan tugas sesaat, tapi tanggung jawab berkelanjutan. Mari kita terus rawat dan kawal proses demokrasi ini, bukan hanya di Pemilu 2024, tapi juga di pemilu-pemilu berikutnya. Karena suara kita, sekecil apa pun, tetap berharga bagi masa depan negeri.