Narator.co – Kuliah di luar negeri adalah impian banyak anak muda Indonesia. Selain menawarkan pengalaman akademik bertaraf internasional, studi di luar negeri juga membuka wawasan global dan jejaring yang luas.
Namun, jalan menuju kesana tentu tidak mudah, perlu persiapan, ketekunan, dan semangat pantang menyerah.
Salah satu yang berhasil mewujudkan mimpi tersebut adalah Frederik Sarira, pemuda beprestasi asal Toraja, Sulawesi Selatan.
Lahir dari keluarga pendidik, Frederik menyukai isu-isu pendidikan dan isu – isu antarnegara, terutama yang berkaitan dengan ke-17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Untuk mendalami minatnya, Frederik memilih jurusan Hubungan Internasional saat menempuh studi S1 di Universitas Hasanuddin, lalu melanjutkan S2 di bidang yang sama di Universitas Gadjah Mada.
Tak berhenti di situ, ia kemudian berhasil meraih beasiswa Rotary Peace Fellowship untuk menempuh studi S2 kedua di University of Bradford, Inggris, dengan fokus pada Sustainable Development.
Kepada Narator, Frederik bercerita tentang perjuangannya mendapatkan beasiswa, tantangan semasa mengenyam pendidikan di Inggris, hingga tips praktis bagi generasi muda Indonesia yang bercita-cita menempuh studi S2 di luar negeri.
Perjalanan Frederik Kuliah S2 di Inggris: Sempat Gagal Beasiswa, Akhirnya Lolos Rotary Peace Fellowship
Frederik bercerita kalau awalnya dia mencoba program beasiswa pemerintah Inggris. Informasi tentang beasiswa ini dia peroleh dari media sosial, tepatnya dari sesi sharing alumni yang pernah kuliah S2 lewat program itu.
“Saya catat tanggalnya lalu ikut secara online. Saat beasiswanya buka, saya mendaftar dengan modal coba – coba. Namun tetap meriset pengalaman awardees sebelumnya, khususnya terkait cara menjawab pertanyaan – pertanyaan essay,” jelas Frederik.
Tak disangka – sangka, dia lolos lolos ke tahap terakhir atau tahap wawancara dalam program beasiswa tersebut. Namun, saat pengumuman terakhir, dia dinyatakan gagal. Tak mau cepat menyerah, dia mencoba untuk ke dua kalinya namun masih gagal juga.
Frederik pun mengubah strategi dengan meriset beasiswa yang sesuai bidang kerjanya saat itu. Disitulah dia menemukan program beasiswa bernama Rotary Peace Fellowship, yang ternyata ada dan kebetulan masih buka.
Beasiswa ini berbasis di Amerika Serikat dan telah dimulai sejak tahun 2002. Program beasiswa ini dikhususkan bagi para profesional muda yang telah memiliki pengalaman kerja minimal tiga tahun di bidang perdamaian, pembangunan, lingkungan dan beberapa bidang terkait lainnya.
“Tanpa pikir panjang, saya apply dengan memilih kampus di Inggris sebagai pilihan pertama saya dan pada akhirnya dinyatakan lolos. Awal September 2023, saya berangkat ke Inggris,” kenang Frederik.
Motivasi Kuliah di Inggris
Frederik bercerita kalau motivasinya kuliah di Inggris karena dari berbagai sumber yang dia baca, kualitas pendidikan di Inggris itu terkenal bagus.
Di samping itu, beasiswa yang membawanya ke Inggris ternyata bermitra dengan salah satu universitas di Inggris. Menurut informasi yang ia dapatkan, universitas tersebut merupakan tujuan utama dari para pelamar beasiswa tersebut.
“Jadi, bisa dikatakan semacam tantangan ke diri sendiri juga, seberapa jauh saya bisa menggapai cita belajar di negerinya Kate Middleton,” kata Frederik.
Dia juga terinsipirasi dari cerita pembimbing akademiknya semasa kuliah S1 dulu yang pernah ke Eropa, bahwa di Eropa itu ibaratnya berada di Jawa – saat di salah satu titik, kita bisa ke berbagai area Jawa lainnya hanya dengan kereta api. Di Eropa pun demikian.
Dia mengingat cerita dosennya kalau kita bisa menjelajah berbagai negara Eropa lainnya hanya menggunakan kereta, termasuk kereta bawah tanah atau pesawat dalam waktu yang relatif singkat.
“Beliau mengatakan demikian karena saat itu Inggris belum keluar dari Uni Eropa. Jadi, kalau mau ke Inggris dan beberapa negara di sekitarnya, cukup sekali membuat visa, yakni visa Schengen,” kenang Frederik.
Namun saat dia berada di sana, Inggris sudah lama keluar dari Uni Eropa sehingga tidak lagi menggunakan visa Schengen. “Implikasinya, kalau mau menjelajah, semisal ke Belanda atau Jerman, wajib membuat visa Schengen.”
“Sebagai karyawan swasta yang pernah bekerja di beberapa daerah di Jawa, saya sebenarnya ingin berkeliling Eropa seperti di Jawa, mengikuti perkataan dosen pembimbing S1 saya. Namun, sampai studi saya selesai di Inggris, saya belum sempat mengeksplor negara – negara Eropa Barat lainnya lalu memutuskan pulang ke Indonesia,” ujarnya.
Tantangan Kuliah di Luar Negeri
Kuliah di luar negeri memiliki tantangan tersendiri bagi para pelajar asal Indonesia. Frederik mengatakan, tantangan yang dia hadapi adalah jadwal kuliah yang padat selama dua semester studinya.
Hal ini karena sistem pendidikan S2 di Inggris memang pada umumnya hanya setahun, sehingga banyak tugas yang harus dikerjakan dalam waktu yang singkat.
“Ada beberapa mata kuliah pokok yang dipelajari dua atau tiga kali dalam seminggu, terdiri dari kelas besar dan kelas seminar (semacam kelas praktik). Sebagai implikasinya, bacaan dan tugas – tugasnya banyak.”
“Imbasnya adalah terkadang merasa di bawah tekanan karena merasa khawatir dengan diri sendiri, jangan sampai tidak lulus mata kuliahnya. Apalagi di sana kemampuan individu dan integritas akademik sangat dijunjung tinggi. Namun, syukur semuanya bisa terlewati dengan baik,” kata Frederik.
Dalam mengatasi tantangan ini, menurut Frederik, penting bagi mahasiswa internasional untuk menerapkan manajemen waktu dan skala prioritas yang ketat.
“Saya benar – benar memprioritaskan studi. Saat semua urusan studi beres baru saya bersantai, misalnya jalan – jalan dengan teman – teman dan ikut kegiatan – kegiatan akademis dan non-akademis di luar kelas yang saya minati,” tutur alumnus YSEALI (Young Southeast Asian Leaders Initiative) ini.
Aktivitas Mengisi Waktu Luang di Sela Kesibukan Kuliah
Tentunya banyak yang penasaran, bagaimana para pelajar asal Indonesia mengisi waktu luang saat studi di luar negeri.
Frederik bercerita, selama tinggal di Inggris, ia lebih sering memanfaatkan waktu luangnya untuk berburu kuliner. Namun, tak hanya mencicipi makanan lokal, ia juga aktif memperkenalkan masakan Indonesia kepada teman-teman dari berbagai negara.
“Karena saya suka makan, saya memanfaatkan waktu luang dengan mengenalkan berbagai makanan Indonesia ke teman – teman saya dari berbagai negara, semacam mempraktikkan apa yang telah saya pelajari selaku alumnus jurusan Hubungan Internasional dengan berdiplomasi melalui gastro diplomasi,” katanya.

Selain kulineran, Frederik juga kerap jalan-jalan bersama teman, baik di dalam kota maupun ke luar kota. Di samping itu, ia tetap aktif membangun jejaring nasional dan internasional lewat berbagai kegiatan mahasiswa.
“Karena saya juga aktif di salah satu unit kegiatan mahasiswa dan satu komunitas mahasiswa internasional, saat tidak terlalu sibuk, saya membangun jejaring dengan ikut kegiatan – kegiatan yang berkontribusi bagi diri saya sendiri, masyarakat, dan lingkungan. Misalnya ikut pelatihan, ikut kegiatan pembersihan lingkungan, dan menanam pohon,” jelas dia.

Pelajaran Berharga dalam Akademik dan Profesional
Pelajaran berharga yang patut disyukuri oleh Frederik dalam perjalanan akademik dan profesionalnya sejauh ini adalah keberanian untuk mencoba, kemauan untuk terus belajar, dan ketangguhan menghadapi tantangan.
Semuanya ini pun membentuknya menjadi pribadi yang resilien dan tidak mudah putus asa.
“Dalam perjalanan akademik, khususnya kuliah di luar negeri menggunakan beasiswa, saya beberapa kali gagal, namun saya tidak mudah menyerah menghadapi proses yang tidak selalu mudah sampai akhirnya berhasil,” – Frederik Sarira
Dalam dunia profesional, ia juga bersyukur pernah mengambil keputusan besar dengan meninggalkan zona nyaman di ibu kota untuk menerima penugasan di berbagai daerah di Indonesia. Pengalaman tersebut memperluas wawasannya, terutama dalam kerja-kerja bina damai.
Menurutnya, dedikasi dalam pekerjaan inilah yang mengantarkannya sehingga dipertimbangkan sebagai penerima beasiswa.
“Hal ini saya yakini juga menjadi salah satu modal kuat saya diterima menjadi peace fellow (sebutan penerima beasiswa Rotary Peace Fellowship) pertama dari Indonesia di University of Bradford, Inggris.”

Tips Sukses Kuliah di Luar Negeri ala Frederik
Kepada Narator, Frederik berbagi tiga tips penting yang ia pegang teguh dalam perjalanannya meraih beasiswa dan kuliah di luar negeri.
Tips ini ia tujukan khususnya bagi anak-anak muda Indonesia yang sedang mempersiapkan diri untuk mengejar mimpi studi di berbagai negara.
1. Perbanyak Pengalaman
Tips pertama menurut Frederik, adalah mempersiapkan diri dari sekarang dengan memperlengkapi diri dengan pengalaman – pengalaman yang bisa menambah kapasitas diri untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Misalnya mengikuti seleksi program – program ke luar negeri.
“Jika tidak lolos, jangan patah semangat. Coba dan coba lagi sambil evaluasi diri,” ajak Frederik.
2. Perkuat Skill Bahasa Inggris
Tips kedua, lanjut dia, khusus bagi yang belum fasih berbahasa asing, perlu mempelajari bahasa asing dengan tekun mulai dari sekarang.
Di era serba canggih saat ini, ada banyak sumber yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana belajar, misalnya melalui media sosial.
“Saat sudah di luar negeri, belajar itu tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah kita. Karena itu, meningkatkan profisiensi bahasa asing yang digunakan di negara tujuan belajar merupakan suatu keharusan untuk menopang keberhasilan studi kita,” tegas Frederik.
3. Bangun Portofolio melalui Prestasi di Tempat Kerja
Tips ketiga, menurut Frederik, adalah membangun portofolio melalui prestasi di tempat kerja atau lewat inisiatif-inisiatif yang berkontribusi nyata bagi lingkungan sosial.
“Sebagian besar pemberi beasiswa memberikan beasiswa bagi mereka yang telah berkontribusi nyata dalam bidang kerja yang mereka tekuni serta telah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan setelah selesai kuliah dari luar negeri,” kata Frederik.
Dia meyakini bahwa dengan menjalani proses tersebut secara konsisten, “anak – anak muda yang bercita-cita kuliah di luar negeri menggunakan beasiswa bisa mencapai impiannya kelak dan berhasil dengan baik.”
Kiat-kiat Diterima dalam Program Beasiswa ke Luar Negeri
Selain membagikan pengalamannya kuliah di luar negeri, Frederik juga berbagi lima tips penting bagi siapa pun yang sedang berjuang mendapatkan beasiswa.
1. Mandiri dan Proaktif Cari Informasi
Langkah awal yang penting adalah aktif mencari informasi dari sumber yang valid, seperti situs resmi lembaga pemberi beasiswa. Jangan ragu juga untuk menghubungi pihak penyelenggara jika menemui kendala dalam proses aplikasi.
2. Penuhi Semua Syarat dan Tenggat Waktu
Pastikan kamu mematuhi semua persyaratan administratif, termasuk melengkapi dokumen dan memperhatikan tenggat waktu pengumpulan berkas. Ini bentuk awal dari keseriusan dalam proses seleksi.
3. Persiapkan Diri dengan Matang, Jangan Asal Kirim
Menurut Frederik, penting untuk benar-benar memahami isi esai yang ditulis. “Pahami betul apa yang kamu tulis, karena saat wawancara, kamu harus bisa menjelaskannya dengan jelas dan meyakinkan,” pesannya.
4. Bangun Jejaring Sesama Pejuang Beasiswa
Proses seleksi beasiswa bisa panjang dan penuh tantangan. Karena itu, penting untuk berjejaring dengan orang-orang yang punya semangat yang sama. Dukungan dari sesama pejuang beasiswa bisa jadi sumber motivasi saat semangat mulai surut.
5. Belajar dari Para Awardee
Jangan sungkan untuk meminta bimbingan dari penerima beasiswa sebelumnya, terutama dalam menyusun esai atau latihan wawancara. Pengalaman mereka bisa jadi referensi berharga agar lebih siap menghadapi proses seleksi.
“Akhir kata, beasiswa bukan segalanya, namun setelah mendapatkannya, ada banyak manfaat yang menyertainya. Semangat buat semua para pejuang beasiswa. Never give up easily and break a leg!” – Frederik Sarira.