Penulis: Ronny Serang
Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah harus dipisahkan.
Pemisahan ini memberi jarak waktu antara dua momentum demokrasi itu, dengan rentang paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden atau anggota DPR/DPD.
Putusan ini otomatis membatalkan sistem pemilihan serentak nasional-lokal yang selama ini dijalankan. MK menilai model serentak menyeluruh berpotensi merusak desain demokrasi yang sehat, menyulitkan pemilih, dan membebani penyelenggara pemilu.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa pasal dalam UU No. 8 Tahun 2015 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah serentak secara nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Putusan MK, Apa Artinya untuk Daerah Seperti Sangihe?
Di daerah kepulauan dan perbatasan seperti Kabupaten Kepulauan Sangihe, dampak putusan ini tidak bisa dianggap sepele.
Pemisahan jadwal pemilu akan memberi konsekuensi pada tata kelola pemerintahan, stabilitas politik lokal, dan masa transisi kekuasaan. Pemisahan ini bisa menjadi peluang untuk memperkuat politik daerah.
“Selama ini isu lokal sering tenggelam di tengah hiruk-pikuk pemilu nasional. Kalau jadwalnya dipisah, suara rakyat di daerah bisa lebih terdengar,” ujar salah seorang aktivis masyarakat perbatasan.
Namun, tantangan tetap ada. Di satu sisi, beban anggaran daerah bisa meningkat karena harus mengalokasikan dana untuk proses politik yang terpisah.
Di sisi lain, potensi ketegangan politik berkepanjangan juga mengintai jika transisi kekuasaan berlangsung terlalu lama atau tidak sinkron dengan dinamika pusat.
Bagaimana Nasib DPRD?
Perubahan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang masa jabatan anggota DPRD yang terpilih di 2024. Ada dua opsi yang kini berkembang: pertama, memperpanjang masa jabatan hingga pemilu lokal digelar (sekitar tahun 2031); atau kedua, mempersingkat masa jabatan hasil pemilu sebelumnya.
Legislator PKS Mardani Ali Sera menyebut dua opsi itu sedang dikaji agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Catatan untuk Pemilih Perbatasan
Bagi masyarakat perbatasan seperti di Sangihe, putusan MK ini adalah sinyal bahwa demokrasi ke depan akan lebih “didekatkan” ke daerah.
Namun, itu hanya akan bermakna jika pemerintah pusat dan daerah benar-benar memperkuat kapasitas pemilu lokal: logistik, penyelenggara, dan pendidikan pemilih.
Jika tidak, pemisahan jadwal justru berisiko membuka celah manipulasi dan pelemahan kualitas demokrasi di daerah-daerah yang secara geografis terpinggirkan namun strategis secara geopolitik.
*Penulis adalah Founder Lintasutara.com.